1.
Pengertian filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophie’ (bahasa Yunani), diartikan dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan
dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang bisanya diterjemahkan
dengan ‘cinta kearifan’
Istilah philosophia
memiliki akar kata philien yang
berarti mencintai dan sophos yang
berarti bijaksana. Jadi, istilah philosophia
berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian
diatas dapat dipahami bahwa fisafat
berarti cinta kebijaksaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan
atau pencinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.
Mengingat luasnya ruang lingkup pembahasan ilmu filsafat,
maka kita tidak heran kalau ahli-ahli filsafat memberikan defenisi yang berbeda-beda.Di
dalam Systematik Filsafat, Hasbullah Bakry menyebutkan sebagai berikut:”kita
catat beberapa defenisi ilmu filsafat dari filosuf-filosuf terkenal barat dan
timur”
a.
Plato (427 S.M-348
S.M). “fi;safat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang
asli.
b.
Aristoteles (382
S.M-322 S.M) “filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik dan estetika”
c.
Al Farabi (870
M-950 M). Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana
hakikatnya yang sebenarnya.
d.
Descartes (1590 M-
1650 M). Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan.
e.
I.r. poedjaeijatna
menyatakan; “ Filsafat ialah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada”
f.
W.M.Bakker SY.
Menyatakan :”Filsafat adalah refleksi rasionil (fikr, nazar, ma’rifat, ra’y)
atas keseluruhan keadaan untuk mencapai hakekat dan memperoleh hikmahnya.
g.
Hasbullah Bakry
menyatakan: “Ilmu Filsafat ialah ilmu yang menyelidiki, segala sesuatu dengan
mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai
manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan
itu.
Dari sekian banyak defenisi yang dikemukakan diatas pada
perinsipnya tidaklah bertentangan satu dengan yan glainnya, bahkan dapat
dikatakan sama, hanya saja terdapat perbedaan dalam cara penekanannya/mengesankannya.
Pembahasan meliputi: manusia, Tuhan dan alam, dan bagaimana hakikat yang
sebenarnya dari manusia, tuhan dan alam tersebut.
Dari defenisi itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
a.
Defenisi itu pada
umumnya mengandung pengertian yang subyektif, yaitu apa yang kita artikan
sendiri lepas dari pengertian orang lain, jadi masing-masing orang bisa
mempunyai pengertian sendiri tentang filsafat
b.
Pengertian yang
operasional, yaitu pengertian-pengertian tentang perbuatan-perbuatan yang dijalankan dengan filsafat. Sebab kalau kita berfilsafat
mungkin ada masalah-masalah yang menarikseseorang tetapi tidak menarik seseorang
tetapi tidak menarik (intres) pada orang lain. Masalah ini menyebabkan
keragu-raguan, dan keraguan ini harus dijawab dengan studi yang khusus, studi
ini disebut filsafat.
c.
Pengertian yang
objektif yaitu pengertian yang berlaku dan diterima oleh umum dimana saja saja.
Secara praktis, filsafat dapat diartikan dalam beberapa
bentuk berikut:
a.
Filsafat berarti
ilmu yang menyelidiki fakta-fakta prinsip-prisip dari kenyataan (reality) dan
dari tabiat dan tingkah laku manusia
b.
Filsafat dewasa,
ini diartikan ilmu yan gmeliputi Logika, Etika, Estetika, Metafisika dan ilmu
pengetahuan (Epistemologic)
c.
Filsafat
kadang-kadang diartikan pula suatu sikap terhadap aktivitas seseorang.
Lebuh jauh Hasbullah Bakry memberikan arti praktis dari
filsafat menyatakan sebagi berikut:
Dilihat dari segi pengertian praktis maka filsafat alam
berpikir atau alam fikiran. Berfilsafat berarti berfikir. Meskipun begitu tidak
semua berpikir berarti filsafat. Berfilsafat ialah berpikir secara mendalam dan
dengan sungguh-sungguh
Dalam hal pengertian praktis filsafat ialah: “berpikir
menurut tata tertib (logika) dangan batas (tidak terikat pada tradisi, dogma,
serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar-dasar
persoalan. Dengan demikian cara-cara berpikir yang dapat dimaksudkan dalam
katagori berfilsafat jauh lebih luas dari apa yang kadang-kadang umum pakai
dalam kehidupan sehari-hari .
Lebih jauh Prof. M. Nasroen S.H. menyatakan “Filsafat itu
adalah sebuah dari corak usaha manusia, dalam dia menghadapi, memecahkan dan
menundukan masalah yang mengenai ada dalam hidupnya, yaitu yang akan memberikan
kepuasan bagi dirinya. Filsafat itu adalah ciptaan dari manusia itu, sebagi
satu kesatuan tetap dalam filsafat ini, maka tenaga fikiran yang ada pada
manusia itulah yang mengambil inisiatif
dan mempunyai peranan utama . tetapi dalam hal ini bukanlah semata-mata
fikir itu saja yang bertindak, sebab yang bertindak itu tetap manusia sebagai
satu kesatuan, yang berfalsafah itu adalah manusia bukanlah fikiran. Dan
selanjutnya dengan filsafat itu, manusia akan berusaha mencapai tujuan yang
telah ditentukannya. Maka dengan demikian falsafah itu harus dapat dilakukan .
kalau tidak, tentulah falsafah itu adalah khayalan, mainan fikiran saja dan
akan tidak mungkin membuahkan hasil yang nyata bagi manusia itu.”
Jelaslah sudah bahwa falsafah itu tidak hanya sebagai semboyan saja tanpa
penyelidikan/pembahasan yang sungguh-sungguhnya, filsafat menggunakan rasio
sebagi alat untuk tujuan kebahagiaan manusia dan bukanlah manusia yang
diperalat oleh rasio.
2.
Ciri-ciri
berpikir filsafat
Berfilsafat
termasuk dalam berfikir namun berfilsafat tidak identik dengan berfikir.Sehingga,
tidak semua orang yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikanbahwa
semua orang yang berfilsafat itu pasti berfikir.Seorang siswa yang berfikir
bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir Nasional, maka siswa ini tidaklah
sedang berfilsafat atau berfikir secara kefilsafatan melainkan berfikir biasa
yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Oleh
karena itu adabeberapa ciri berfikir secara kefilsafatan.
a. Berfikir secara radikal. Artinya
berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang
berarti akar. Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya adalah berfikir
sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan. Manusia
yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan
hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
b. Berfikir secara universal atau umum.
Berfikir secara umum adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang
bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang
diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
c. Berfikir secara konseptual. Yaitu
mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta
proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan
dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatanbebas yang dilakukan oleh
orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang psikolog,
melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu”?
d. Berfikir secara koheren dan
konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir dan tidak
mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir secara runtut.
e. Berfikir secara sistematik. Dalam
mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai
pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu
harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan
tertentu.
f.
Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara
filsafat berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
g. Berfikir secara bebas. Bebas dari
prasangka-prasangka sosial, historis, kultural ataupun religius. Berfikir
dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati, atau anarkhi,
sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat .akan tetapi
ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu
sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam
sangatlah terikat.
h. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab.
Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang
filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi
kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan
pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain serta
dipertanggungjawabkan.
3.
Gaya berpikir filsafat
Berpikir secara filosofis dapat diartikan sebagai metode
berpikir yang radikal, sangat mendalam sampai kepada hakekat dan menyelurih
atau dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Cara berpikir yang demikian merupakan
langkah untuk berpikir secara tepat dan benar serta dapat
dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai persyaratan
berikut :
a.
Harus sistematis
dipengaruhi oleh keadaan dirinya.
Pemikiran
yang sistematis dimaksudkan untuk menyusun pola pengetahuan yang rasional.
Sistematis adalah masing-masing unsur saling berkaitan yang satu dengan yang
lain secara teratur dalam satu keseluruhan. Sistematika berpikir seseorang
filsuf banyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan zaman, pendidikan
dan interalasi pemikiran yang mempengaruhinya.
b.
Harus konsepsional
Secara
umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide atau gambaran yang melekat pada
akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk
tanggapan yang sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari konsepsional
tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang jelas. Karena berpikir
secara filosofis pada hakikatnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
c.
Harus koheren
Yang
dimaksud dengan koheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak mengandung
uraian-uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren berarti memuat suatu
kebenaran logis di dalamnya. Bilaman suatu uraian yang didalamnya tidak memuat
kebenaran logis, maka uraian yang dimaksud dikaitkan sebagai uraian yang tidak
koheren.
d.
Harus rasional
Yang
dimaksud dengan rasional adalah unsur-unsur pemikirannya berhubungan dengan
logis. Artinya pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis,
yaitu suatu bentuk kebenaran yang memiliki kaidah-kaidah berpikir (logika).
e.
Harus sinoptik
Sinoptik
artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal yang menyeluruh atau dalam
kebersamaan secara integral.
f.
Harus berorientasi
kepada pandangan dunia
Dalam
hal ini pemikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas
kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan hidup (dunia), termasuk di
dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya.
4.
Cabang utama filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu
pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain nerupakan anak dari filsafat itu
sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yang memiliki
cakupan yang sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang lebih kecil lagi.
Meskipun demikian, dalam hal pembauian lapangan-lapangan
atau cabang-cabang filsafat ini masing-masing tokoh memiliki metode yang
berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan pembicaraan
kefilsafatan.Plato, misalnya, membagi lapangan filsafat kedalam tiga macam
bidang, yaitu dialektika, fisika dan etika.Dialektika afalah cabang filsafat
yang membicarakan persoalan ide-ide atau pengertian umum.Adapun fisika
merupakan cabang filsafat yang di dalamnya mengandung atau membicarakan
persoalan materi.Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang di dalamnya
mengandung atau membicarakan persoalan baik buruk.
Sedangkan menurut Aristoteles, pembagian
filsafat iu digolongkan ke dalam empat cabang, yaitu logika, filsafat teoritis,
filsafat praktis, dan filsafat poetika.
1) Logika adalah ilmu
pendahuluan bagi filsafat, ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat.
2) filsafat teoritis atai
filsafat nazariah, didalamnya tercakup ilmu-ilmu lain yang sangat penting
seperti ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu mrtafisika. Bagi Aristoteles
ilmu metafisika inilah yang menjadi inti atau bagian yang paling utama dari
filsafat.
3) filsafat praktis atau
filsafat alamiah, di dalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah
pentingnya, yaitu :
a. Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan
dan kebahagiaan dalam hidup perorangan
b. Ilmu ekonomi, tang mengatur
kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga), dan ilmu politik, yang
mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam Negara.
4) filsafat peotika
merupaka filsafat kesenian, yakni
filsafat yang membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan
seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan yepri penciptaan dalam seni.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Louis O.
Kattsof (1996: 73) menggolongkan cabang-cabang filsafat ini dapat dikategorikan
ke dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin menurun kepada yang lebih
khusus. Penggolongan lapangan-lapangan filsafat menurut kattsof ini meniadi
cabang-cabang filsafat sebagai berikut:
1. Logika, adalah ilmu yang
membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat
bahan tertentu. Logika terbagi ke dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif
dan logika induktif. Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang
dapat di pergunakan untuk menarik kesimpulan-keaimpulan yang beraifat keharusan
dari suatu premis tertentu atau lebih. Memperoleh kesimpulan yang bersifat
keharusan itu yang paling mudah ialah bila didasarkan atas susunan
proposisi-proposisi tersebut. Logika yang membicarakan susunan proposisi-proposisi
dan penyimpulan yang sifatnya keharusan berdasarkan susunannya, dikenal sebagai
logika deduktif atau logika formal. Adapun logika induktif, mencoba
untuk menarik kesimpulan dari susunan proposisi-proposisi spesifik dengan memerhatikan sifat-sifat dari
bahan yang diamati. Logika induktif mencoba untuk bergerak dari:
a.
Suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju
kepada pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak
demikian, atau
b.
Suatu perangkat akibat tertentu kepada sebab atau
sebab-sebab dari akibat-akibat tersebut. Bila logika Deduktif atau suatu
perangkat aturan yang dapat diterapkan hampir-hampir secara otomatis, bagi
logika induktif tidak ada aturan-aturan yang demikian, kecuali hukum-hukum
probabilitas.
2.
Metodologi,
ialah
sebagaimana yang ditunjukkan oleh pernyataan, yakni ilmu pengetahuan atau mata
pelajaran tentang metode, dan khususnya metode ilmiah. Tetapi metodologi dapat
membahas metode-metode yang lain,
misalnya metode-metode yang dipakai dalam sejarah. Metodologi membicarakan
hal-hal seperti observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen, dan
sebagainya.
3.
Metafisika,
yaitu
hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang terdapat di balik yang
tampak. Metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang-ada sebagai yang ada, yang dilawankan dengan yang-ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan.
Kita dapat mendefinisikan metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia yang
berkaitan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang-ada yang terdalam. Secara singkat, dapat dinyatakan bahwa
pertanyaa-pertanyaan ini menyangkut persoalan kenyataan sebagai kenyataan, dan
berasal dari perbedaan yang cepat disadari oleh setiap orang, yakni perbedaan
antara yang nampak (apperence) dengan
yang nyata (reality).
4.
Ontologi
dan kosmoilogi, ontologi membicarakan
azas-azas rasional dari yang ada, sedangkan kosmologi membicarakan azas-azas
rasional dari yang ada yang teratur. Ontologi berusaha mengetahui esensi yang
terdalam dari yang ada, sedangkan kosmologi berusaha untuk mengetahui
ketertiban serta susunannya.
5.
Epistomolgi,
ialah
cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya
pengetahuan. Terdapat dua macam pertanyaan yang berkaitan dengan epistomolgi. Pertama, perangkat yang mengacu kepada
sumber pengetahuan kita; pertanyaan-pertanyaan ini dapat dinamakan
pertanyaan-pertanyaan epistomologi kefilsafatan, dan erat kaitannya dengan ilmu
kejiwaan. Kedua,
pertanyaan-pertanyaan yang lain merupakan masalah-masalah semantik yakni menyangkut hubungan antara pengetahuan
kita dengan objek pengetahuan tersebut. Secara singkat, epistimologi dapat
diartikan dengan bagaimana cara kita untuk mengetahui sesuatu.
6. Biologi
kefilsafatan, membiarkan
persoalan-persoalan mengenai biologi. Biologi kefilsafatan mencoba untuk
menganalisis pengertian-pengertian hakiki dalam biologi. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai
pengertian-pengertian hidup, adaptasi, teologi, evolusi, dan penurunan
sifat-sifat. Biologi kefilsafatan juga membicarakan tentang tempat hidup dalam
rangka sesuatu, dan arti pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam
semesta tempat kita hidup. Biologi kefilsafatan membantu untuk bersifat kritis,
bukan hanya terhadap istilah-istilah biologi, melainkan juga terhadap
metode-metode serta teorinya. Gambaran yang dibuat bertentangan dengan fakta-fakta
biologi yang sudah diterapkan dengan baik.
7. Psikologi
kefilsafatan, memberikan
pertanyaan-pertanyaan psikologi yang meliputi apakah yang dimaksud dengan jiwa,
nyawa, ego, akal, perasaan, dan kehendak. Pertanyaan tersebut dapat dijelaskan
oleh psikologi sebagai ilmu, namun psikologi kefilsafatan membantu tingkat
kehakikian dari penjelasan tersebut.
8. Antropologi
kefilsafatan, mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang manusia. Apa hakikatterdalam dari manusia itu?
Ada pilihan penafsiran apa sajakah mengenai hakikat manusia itu? Yang manakah
yang lebih mendekati kebenaran? Antropologi
kefilsafatan juga membicarakan tentang makna sejarah manusia. Apakah
sejarah manusia itu dan ke manakah arah kecenderungannya?
9. Sosioogi
kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan
mengenai hakikat masyarakat serta hakikat negara. Kita ingin mengetahui
lembaga-lembaga yang terdapat di dalam masyarakat, dan kita ingin menyelidiki
hubungan antara manusia dengan negaranya.
10. Etika, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang
baik dan buruk. Cabang filsafat yang menyajian dan memperbincangkan tentang
istilah-istilah seperti baik, buruk, kebajikan, kejahatan, dan sebagainya.
Istilah-istilah ini merupakan predikat-predikat kesusilaan (etik), dan
merupakan cabang yang bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan mengenai tingkah
laku yang betul yang mempergunakan
sebutan-sebutan tersebut. Di dalam etika kita berusaha untuk menemukan
fakta-fakta mengenai situasi kesusilaan agar dapat menerapkan norma-norma
terhadap fakta-fakta tersebut. Tetapi yang paling benar ialah tujuan kita yang
pokok di dalam etika agaknya ialah
menemukan norma-norma untuk hidup dengan baik.
11. Estetika, adalah cabang
filasafat yang membicarakan definisi, susunan, dan peranan keindahan, khususnya
di dalam seni. Estetika menggali jawabam dari pertanyaan-pertanyaan: apakah
keindahan itu? Apakah hubungan antara yang indah dengan yang benar dan yang
baik? Apakah ada ukuran yang dapat dipakai untuk menanggapi suatu karaya seni
dalam arti yang objektif?
12. Filsafat agama, adalah cabang filsafat yang membicarakan jenis-jenis
pertanyaan berbeda mengenai agama. Pertama-tama ia mungkin bertanya: apakah
agama itu? Apa yang and amaksud dengan istilah “Tuhan”? apa bukti-bukti tentang
adanya Tuhan? Filsafat agama tidak berkepentingan mengenai apa yang orang
percayai, tetapi mau tidak mau harus menaruh perhatian kepada makna
istilah-istilah yang dipergunakan, ketentuan, dan hubungan antara kepercayaan
agama dengan kepercayaan-kepercayaan yang lain.
Pembagian filsafat secara sistematis
yang didasarkan pada sistematika yang berlaku di dalam kurikulum akademik
meliputi metafisika, epistemoogi, logika, etia, dan estetika. Dalam studi
filsafat untuk memahamina secara baik paling tidak kita dapat mempelajari lima
bidang pokok, yaitu metafisika, epistemologi, logika dan estetika.
Pertama, metafisika. Metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat
mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Cabang ini membicarakan segala
sesuatu secara komprehensif seperti hubungan akal dengan benda, hakiakt
perubahan, pengertian tentang kebebasan, wujud Tuhan dan lain-lain.
Filsafat metafisika ini adalah filsafat
yang mengkaji tentang hal ada. Istilah metafisika itu sendiri berasal dari akar
kata ‘meta’ dan ‘fisika’. Meta berarti
sesudah, selain, atau sebaliknya. Fisika berarti nyata, atau alam. Metafisika
berarti sesudah, dibalik yang nyata.
Kedua, epistemologi. Epistemologi
lazimnya disebut teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai
sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan. Ersoalan epistemologi
berkaitan erat dengan persoalan metafisika. Bedanya, persoalan epistemologi
berpusat pada apakah yang ada, yang di dalamnya memuat masalah pengetahuan.
Jadi, epitemologi adalah bagian filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.
Ketiga, logika. Logika adalah bidang
pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tatacara penalaran yang
betul. Pada mulanya logika sebagai pengetahuan rasional. Lapangan dalam logika
adalah asas-asas yang menetukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat.
Pada asalnya logika disebut oleh
Aristoteles sebagai analitika, yang kemudian diembangkan oleh para ahli abad
pertengahan disebut ‘logika tradisional’. Kemudian pada akhit abad ke-19 logika
tradisional dikembangkan menjadi ‘logika moderen’.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat).
Logika juga merupakan ilmu pengetahuan yang merupakan suatu kesatuan yang
sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keempat, etika. Etika atau filsafat
perilaku sebagai salah satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia,
dengan enekanan yang baik dan yang buruk. Dengan demikian, dalam filsafat etika
terdapat dua hal pokok, yaitu yang menyangkut ‘tindakan’ dan ‘baik-buruk’.
Apabila pokok pembicaraan jatuh pada ‘tindakan’ maka etika disebut sebagai
filsafat praktis, sedangkan jiak jauh pada ‘baik-buruk’ maka etika disebut
filsafat normatif.
Mempelajari etika bertujuan untuk
mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua
manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Etika biasanya disebut ilmu pengetahuan
normatif sebab etika menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia dengan penggunaan
norma tentang baik dan buruk.
Kelima, estetika. Estetika adalah cabang
filsafat yang membicarakan tentang keindahan. Objek dari estetika dalam
pengalaman akan keindahan. Dengan belajar estetika diharapkan dapat membedakan
antara berbagai teori keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai
seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.
5.
Prinsip-prinsip berpikir Filsafat
Dalam kehidupan yang manusia tidak tahu
apa yang akan terjadi dalamnya, yang tidak tahu apa yang akan menimpanya, yang
hanya bisa menebak dan tidak bisa memastikan, karena yang ada hanyalah peluang
yang belum tentu tepat, sehingga dapat merubah garis jalan kehidupannya yang
membuat arah manusia itu berbelok entah kemana, yang kadang kelokan itu pada
tujuan yang diharapkan dan kadang kebalikannya, manusia membutuhkan komponen
yang tak bosa dihiraukan begitu saja itu adalah log pose atau penunjuk arah dan
tekad yang kuat agar garis finish yang ditunya bisa tercapai. Namun kadang
tekad itu mengendur bahkan hilang tergantikan oleh tekad yang baru. Itulah yang
akan terjadi bila manusia tidak mengingat akan prinsip yang harus ia jadikan
penguat tekad dan penunjuk arah tersebut.
Prinsip adalah rambu yang menginatkan
tujuan yang sebenarnya yang sudah ditempel pada awal perjalanan. Manusia hidup
sesuai dengan prinsipnya masing-masing, manusia mengatur langkahnya menggunakan
prinsip dengan harapan ia dapat mencapai tujuannya. Namun prinsip bukanlah suatu
rambu yang dibuat oleh ego sendiri. Prinsip yang kita buat tidak bisa dijadikan
patokan bila mengganggu prinsip lain, menghadang jalan lain, mengubah jalan
lain ke jurang dalam.
Epistemologi merupakan cabang filsafat
yang membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran
pengetahuan. Epistemologi seringkali disebut dengan teori pengetahuan atau
filsafat pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam epistemologi ini berkenaan
dengan hal-hal yang ada sangkut pautannya dengan masalah pengetahuan.
Logika adalah budang pengetahuan yang
mempelajari tentang asas, aturan, dan prosedur penalaran yang benar. Dengan
istilah lain logika sebagai jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang
benar. Maka logika merupakan ketentuan formal untuk memperoleh pengetahuan yang
benar.
Dalam penalaran terdapat empat perinsip
yang terdiri dari tiga perinsip Aristeteles dan satu prinsip dari George
Leibniz. Prinsip penalaran Aristoteles adalah sebagai berikut.
a. Prinsip identitas
Prinsip ini dalam istilah Latin adalah principium identitatis. Prinsip
identitas berbunyi:”sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Dengan kata
lain: “sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri,
bukan yang lain”.
b. Prinsip kontradiksi (principiumcontradictionis)
Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu
tudak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu yang
bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan
tidak benar pada waktu yang bersamaan”. Dengan kata lain: “sesuatu tidaklah
mungkin secara bersamaan merupakan p dan non-p”.
c. Prinsip eksklusi tertii/kausalitas
Prinsip ekslusi tertii (principium exclusi tertii)merupakan
perinsip penyisihan jalan tengah atau perinsip tidak adanya kemungkinan ketiga.
Prinsip ekslusi tertii berbunyi: “sesuatu jika dijadikan sebagai hal tertentu
atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinana ketiga yang merupakan jalan
tengah”. Dengan kata lain: “ sesuatu x mestilah p atau non-p tidak ada
kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini adalah bahwa dua sifat yang
berlawanan penuh (secara mmutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh
suatu yang berbeda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya, sifat p
atau non-p.
Disamping tiga prinsip yang dikemukakan oleh
Aristoteles diatas, seorang filsuf Jerman Leibniz menambahkan satu prinsip yang
merupakan pelengkap atau tambahan bagi perinsip identitas.
d. Prinsip cukup alasan/ prinsip keselarasan
Prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yang
berbunyi: “suatu peubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu metilah
berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-bita berubah tanpa
sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain: “adanya suatu itu harusnya
mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan
sesuatu”.
Dari pertimbangan itu menghasilkan lima
prinsip penting dalam berfilsafat :
1. Meniadakan kecongkakan mana tahu sendiri
Prinsip ini adalah prinsip yang harus
selalu dipegang oleh manusia dalam segala keadaan, tanpa prinsip ini manusia
tidak akan menemukan ke-objektifitasan terhadap apa yang telah ditelaahnya.
Terutama dalam berfilsafat, seorang filsuf itu tidak akan menemukan jalan lain
yang padahal jalan itu sendiri dapat memberikannya jalan keluar terhadap jalan
fikirannya yang mungkin sedang terhalang oleh tembok permasalahan yang todak
dapat diatasinya sendiri.
Seorang filsuf pernah berpantun tentang
macam manusia:
o Ada orang yang tahu ditahunya
o Ada orang yang tahu ditidaktahunya
o Ada orang yang tidak tahu ditahunya
o Ada orang yang tidak tahu ditidaktahunya
Itulah mengapa seorang filsuf tidak
boleh mengurung pikirannya. Seorang filsu harus selalu bercermin terhadap
pikirannya agar tidak termasuk macam orang yang tahu ditidaktahunya dan
tidaktahu ditidaktahunya.
2. Perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada
kebenaran
Dalam prinsip ini seorang filsuf
haruslah berpikir tentang dampak apa yang akan terjadi bila ia menyembunyikan
kebenaran. Janganlah terjadi kejadian seorang filsuf merubah arahnya kejalan
menuju jurang kesesatan. Berfilsafat merupakan berjalan mendahului orang lain
untuk mengetahui jalan mana yang benar yang pantas untuk ditunjukkan kepada
orang lain. Bila seorang filsuf menyembunyikan kebenaran dan menunjukkan arah
yang salah maka orang lain yang dibelakangnya pun akan jauh ke jurang
kesesatan.
3. Memahami secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan
filsafat serta memikirkan jawabannya
Dalam prinsip ini yang menjadi acuan
pokok adalah tekad dan kegigihan seorang filsuf. Sebenarnya prinsip ini dapat
kita benarkan dengan melihat kejadian yang terjadi pada kehidupan yang dialami,
apa maksudnya? Dapat kita lihat sendiri tidak ada satupun makhluk hidup yang
berdiam diri, tak beraksi untuk memenuhi kehidupannya. Semua makhluk hidup
berjuang untuk bertahan hidup. Begitupun dengan seorang filsuf, ia dapat
bertahan dan berhasil mendapatkan jawaban yang dibutuhkan dengan kegigihannya
melawan beratnya masalah yang dihadapi.
4. Latihan intelektual itu dilakukan secara aktif dari
waktu kewaktu dan diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis.
Seperti yang telah kita ketahui da;am
film-film yang kita tonton, seorang pendekar mulai mengembara ketika latihannya
telah selesai, dan siap menghadapi kenyataan yang ada. Hal itu hampir sama
dengan seorang filsuf hanya saja seorang filsuf melakukan latihannya buka
ketika hendak mengembara namun seorang filsuf melakukannya terus meskipun sudah
berada pada tahap pengembaraan. Itu semua dilakukan karena tidak selamanya
pedang dipakai untuk menebas. Seorang filsuf harus berlatih menjadi orang yang
fleksibel, agar ia siap menerima dan mengirim pemikirannya pafa waktu yang
terus berubah.
5. Sikap keterbukaan diri, artinya orang yang
mempelajari filsafat sebaiknya tidak dihinggapi oleh prasangka tertentu.
Prinsip ini sebenarnya mempunyai
hubungan dengan prinsip yang pertama. Tujuan dari prinsip ini sama dengan
prinsip yang pertama, hanya saja bila prinsip yang pertama berupa larangan dan
prinsip ini berupa perintah. Namun tetap kedua prinsip itu mempunyai point
khusus dan saling berkesinambungan. Seorang filsuf dilarang mempunyai sifat
manatahu sendiri, pada prinsip ini memberikan syarat untuk memegang prinsip yan
g kelima. Bial seorang filsuf sudah mengatur egonya, maka ia haru belajar untuk
melaksanakan prinsip keterbuakaan ini.
Menurut beberapa pendapat yang lain, Terdapat
lima prinsip penting dalam berfilsafat, yaitu :
1. Tidak
boleh merasa paling tahu dan paling benar sendiri (congkak).
2. Memiliki
sikap mental, kesetiaan, dan jujur terhadap kebenaran.
3. Bersungguh-sungguh
dalam berfilsafat serta berusaha dalam mencari jawabannya.
4. Latihan
memecahkan persoalan filsafati dan bersikap intelektual secara tertulis maupun
lisan.
5. Bersikap
terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar