Laman

Senin, 21 Maret 2016

Filsafat Komunikasi

1.      Pengertian filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophie’ (bahasa Yunani), diartikan dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata filsafat disebut dengan istilah ‘philosophy’, dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’, yang bisanya diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan
Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan sophos yang berarti bijaksana. Jadi, istilah philosophia berarti mencintai akan hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa  fisafat berarti cinta kebijaksaan. Sedangkan orang yang berusaha mencari kebijaksanaan atau pencinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau filosof.
Mengingat luasnya ruang lingkup pembahasan ilmu filsafat, maka kita tidak heran kalau ahli-ahli filsafat memberikan defenisi yang berbeda-beda.Di dalam Systematik Filsafat, Hasbullah Bakry menyebutkan sebagai berikut:”kita catat beberapa defenisi ilmu filsafat dari filosuf-filosuf terkenal barat dan timur”
a.       Plato (427 S.M-348 S.M). “fi;safat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
b.      Aristoteles (382 S.M-322 S.M) “filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”
c.       Al Farabi (870 M-950 M). Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
d.      Descartes (1590 M- 1650 M). Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
e.       I.r. poedjaeijatna menyatakan; “ Filsafat ialah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada”
f.        W.M.Bakker SY. Menyatakan :”Filsafat adalah refleksi rasionil (fikr, nazar, ma’rifat, ra’y) atas keseluruhan keadaan untuk mencapai hakekat dan memperoleh hikmahnya.
g.      Hasbullah Bakry menyatakan: “Ilmu Filsafat ialah ilmu yang menyelidiki, segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Dari sekian banyak defenisi yang dikemukakan diatas pada perinsipnya tidaklah bertentangan satu dengan yan glainnya, bahkan dapat dikatakan sama, hanya saja terdapat perbedaan dalam cara penekanannya/mengesankannya. Pembahasan meliputi: manusia, Tuhan dan alam, dan bagaimana hakikat yang sebenarnya dari manusia, tuhan dan alam tersebut.
Dari defenisi itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa:
a.       Defenisi itu pada umumnya mengandung pengertian yang subyektif, yaitu apa yang kita artikan sendiri lepas dari pengertian orang lain, jadi masing-masing orang bisa mempunyai pengertian sendiri tentang filsafat
b.      Pengertian yang operasional, yaitu pengertian-pengertian tentang perbuatan-perbuatan yang dijalankan  dengan filsafat. Sebab kalau kita berfilsafat mungkin ada masalah-masalah yang menarikseseorang tetapi tidak menarik seseorang tetapi tidak menarik (intres) pada orang lain. Masalah ini menyebabkan keragu-raguan, dan keraguan ini harus dijawab dengan studi yang khusus, studi ini disebut filsafat.
c.       Pengertian yang objektif yaitu pengertian yang berlaku dan diterima oleh umum dimana saja saja.
Secara praktis, filsafat dapat diartikan dalam beberapa bentuk berikut:
a.       Filsafat berarti ilmu yang menyelidiki fakta-fakta prinsip-prisip dari kenyataan (reality) dan dari tabiat dan tingkah laku manusia
b.      Filsafat dewasa, ini diartikan ilmu yan gmeliputi Logika, Etika, Estetika, Metafisika dan ilmu pengetahuan (Epistemologic)
c.       Filsafat kadang-kadang diartikan pula suatu sikap terhadap aktivitas seseorang.
Lebuh jauh Hasbullah Bakry memberikan arti praktis dari filsafat menyatakan sebagi berikut:
Dilihat dari segi pengertian praktis maka filsafat alam berpikir atau alam fikiran. Berfilsafat berarti berfikir. Meskipun begitu tidak semua berpikir berarti filsafat. Berfilsafat ialah berpikir secara mendalam dan dengan sungguh-sungguh
Dalam hal pengertian praktis filsafat ialah: “berpikir menurut tata tertib (logika) dangan batas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kedasar-dasar persoalan. Dengan demikian cara-cara berpikir yang dapat dimaksudkan dalam katagori berfilsafat jauh lebih luas dari apa yang kadang-kadang umum pakai dalam kehidupan sehari-hari .
Lebih jauh Prof. M. Nasroen S.H. menyatakan “Filsafat itu adalah sebuah dari corak usaha manusia, dalam dia menghadapi, memecahkan dan menundukan masalah yang mengenai ada dalam hidupnya, yaitu yang akan memberikan kepuasan bagi dirinya. Filsafat itu adalah ciptaan dari manusia itu, sebagi satu kesatuan tetap dalam filsafat ini, maka tenaga fikiran yang ada pada manusia itulah yang mengambil inisiatif  dan mempunyai peranan utama . tetapi dalam hal ini bukanlah semata-mata fikir itu saja yang bertindak, sebab yang bertindak itu tetap manusia sebagai satu kesatuan, yang berfalsafah itu adalah manusia bukanlah fikiran. Dan selanjutnya dengan filsafat itu, manusia akan berusaha mencapai tujuan yang telah ditentukannya. Maka dengan demikian falsafah itu harus dapat dilakukan . kalau tidak, tentulah falsafah itu adalah khayalan, mainan fikiran saja dan akan tidak mungkin membuahkan hasil yang nyata bagi manusia itu.”
Jelaslah sudah bahwa falsafah itu tidak hanya  sebagai semboyan saja tanpa penyelidikan/pembahasan yang sungguh-sungguhnya, filsafat menggunakan rasio sebagi alat untuk tujuan kebahagiaan manusia dan bukanlah manusia yang diperalat oleh rasio.



2.      Ciri-ciri berpikir filsafat
Berfilsafat termasuk dalam berfikir namun berfilsafat tidak identik dengan berfikir.Sehingga, tidak semua orang yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan bisa dipastikanbahwa semua orang yang berfilsafat itu pasti berfikir.Seorang siswa yang berfikir bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir Nasional, maka siswa ini tidaklah sedang berfilsafat atau berfikir secara kefilsafatan melainkan berfikir biasa yang jawabannya tidak memerlukan pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Oleh karena itu adabeberapa ciri berfikir secara kefilsafatan.
a.       Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir sampai ke akar-akarnya adalah berfikir sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi.
b.      Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
c.       Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Berfikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatanbebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana yang biasa dipelajari oleh seorang psikolog, melainkan bersangkutan dengan pemikiran “apakah kebebasan itu”?
d.      Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan kaidah-kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula diartikan dengan berfikir secara runtut.
e.       Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung maksud dan tujuan tertentu.
f.        Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
g.      Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis, kultural ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan, sesuka hati, atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir secara terikat .akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah, dari disiplin fikiran itu sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.
h.      Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun, fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan.

3.      Gaya berpikir filsafat
Berpikir secara filosofis dapat diartikan sebagai metode berpikir yang radikal, sangat mendalam sampai kepada hakekat dan menyelurih atau dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Cara berpikir yang demikian merupakan langkah untuk berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai persyaratan berikut :
a.       Harus sistematis dipengaruhi oleh keadaan dirinya.
Pemikiran yang sistematis dimaksudkan untuk menyusun pola pengetahuan yang rasional. Sistematis adalah masing-masing unsur saling berkaitan yang satu dengan yang lain secara teratur dalam satu keseluruhan. Sistematika berpikir seseorang filsuf banyak dipengaruhi oleh keadaan dirinya, lingkungan zaman, pendidikan dan interalasi pemikiran yang mempengaruhinya.
b.      Harus konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide atau gambaran yang melekat pada akal pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tanggapan yang sesuai dengan riilnya. Sehingga maksud dari konsepsional tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang jelas. Karena berpikir secara filosofis pada hakikatnya berpikir tentang hal dan prosesnya.
c.       Harus koheren
Yang dimaksud dengan koheren atau runtut adalah unsur-unsurnya tidak mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu sama lain. Koheren berarti memuat suatu kebenaran logis di dalamnya. Bilaman suatu uraian yang didalamnya tidak memuat kebenaran logis, maka uraian yang dimaksud dikaitkan sebagai uraian yang tidak koheren.
d.      Harus rasional
Yang dimaksud dengan rasional adalah unsur-unsur pemikirannya berhubungan dengan logis. Artinya pemikiran filsafat harus diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang memiliki kaidah-kaidah berpikir (logika).
e.       Harus sinoptik
Sinoptik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal-hal yang menyeluruh atau dalam kebersamaan secara integral.
f.        Harus berorientasi kepada pandangan dunia
Dalam hal ini pemikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan menyusun suatu pandangan hidup (dunia), termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal yang berada di dalamnya. 


4.      Cabang utama filsafat
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain nerupakan anak dari filsafat itu sendiri. Filsafat merupakan bidang studi yang memiliki cakupan yang memiliki cakupan yang sangat luas, sehingga diperlukan pembagian yang lebih kecil lagi.
Meskipun demikian, dalam hal pembauian lapangan-lapangan atau cabang-cabang filsafat ini masing-masing tokoh memiliki metode yang berbeda dalam melakukan penghimpunan terhadap lapangan-lapangan pembicaraan kefilsafatan.Plato, misalnya, membagi lapangan filsafat kedalam tiga macam bidang, yaitu dialektika, fisika dan etika.Dialektika afalah cabang filsafat yang membicarakan persoalan ide-ide atau pengertian umum.Adapun fisika merupakan cabang filsafat yang di dalamnya mengandung atau membicarakan persoalan materi.Sedangkan etika adalah cabang filsafat yang di dalamnya mengandung atau membicarakan persoalan baik buruk.
Sedangkan menurut Aristoteles, pembagian filsafat iu digolongkan ke dalam empat cabang, yaitu logika, filsafat teoritis, filsafat praktis, dan filsafat poetika.
1)      Logika adalah ilmu pendahuluan bagi filsafat, ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat.
2)      filsafat teoritis atai filsafat nazariah, didalamnya tercakup ilmu-ilmu lain yang sangat penting seperti ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu mrtafisika. Bagi Aristoteles ilmu metafisika inilah yang menjadi inti atau bagian yang paling utama dari filsafat.
3)      filsafat praktis atau filsafat alamiah, di dalamnya tercakup tiga macam ilmu yang tidak kalah pentingnya, yaitu :
a.       Ilmu etika, yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup perorangan
b.      Ilmu ekonomi, tang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga), dan ilmu politik, yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam Negara.
4)      filsafat peotika merupaka  filsafat kesenian, yakni filsafat yang membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan yepri penciptaan dalam seni.
Berbeda dengan Plato dan Aristoteles, Louis O. Kattsof (1996: 73) menggolongkan cabang-cabang filsafat ini dapat dikategorikan ke dalam urutan-urutan yang umum menjadi semakin menurun kepada yang lebih khusus. Penggolongan lapangan-lapangan filsafat menurut kattsof ini meniadi cabang-cabang filsafat sebagai berikut:
1.      Logika, adalah ilmu yang membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu. Logika terbagi ke dalam dua cabang utama, yakni logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif berusaha menemukan aturan-aturan yang dapat di pergunakan untuk menarik kesimpulan-keaimpulan yang beraifat keharusan dari suatu premis tertentu atau lebih. Memperoleh kesimpulan yang bersifat keharusan itu yang paling mudah ialah bila didasarkan atas susunan proposisi-proposisi tersebut. Logika yang membicarakan susunan proposisi-proposisi dan penyimpulan yang sifatnya keharusan berdasarkan susunannya, dikenal sebagai logika deduktif atau logika formal. Adapun logika induktif, mencoba untuk menarik kesimpulan dari susunan proposisi-proposisi  spesifik dengan memerhatikan sifat-sifat dari bahan yang diamati. Logika induktif mencoba untuk bergerak dari:
a.       Suatu perangkat fakta yang diamati secara khusus menuju kepada pernyataan yang bersifat umum mengenai semua fakta yang bercorak demikian, atau
b.      Suatu perangkat akibat tertentu kepada sebab atau sebab-sebab dari akibat-akibat tersebut. Bila logika Deduktif atau suatu perangkat aturan yang dapat diterapkan hampir-hampir secara otomatis, bagi logika induktif tidak ada aturan-aturan yang demikian, kecuali hukum-hukum probabilitas.
2.      Metodologi, ialah sebagaimana yang ditunjukkan oleh pernyataan, yakni ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tentang metode, dan khususnya metode ilmiah. Tetapi metodologi dapat membahas  metode-metode yang lain, misalnya metode-metode yang dipakai dalam sejarah. Metodologi membicarakan hal-hal seperti observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen, dan sebagainya.
3.      Metafisika, yaitu hal-hal yang terdapat sesudah fisika, hal-hal yang terdapat di balik yang tampak. Metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang-ada sebagai yang ada, yang dilawankan dengan yang-ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan. Kita dapat mendefinisikan metafisika sebagai bagian pengetahuan manusia yang berkaitan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang-ada yang terdalam. Secara singkat, dapat dinyatakan bahwa pertanyaa-pertanyaan ini menyangkut persoalan kenyataan sebagai kenyataan, dan berasal dari perbedaan yang cepat disadari oleh setiap orang, yakni perbedaan antara yang nampak (apperence) dengan yang nyata (reality).
4.      Ontologi dan kosmoilogi, ontologi membicarakan azas-azas rasional dari yang ada, sedangkan kosmologi membicarakan azas-azas rasional dari yang ada yang teratur. Ontologi berusaha mengetahui esensi yang terdalam dari yang ada, sedangkan kosmologi berusaha untuk mengetahui ketertiban serta susunannya.
5.      Epistomolgi, ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Terdapat dua macam pertanyaan yang berkaitan dengan epistomolgi. Pertama, perangkat yang mengacu kepada sumber pengetahuan kita; pertanyaan-pertanyaan ini dapat dinamakan pertanyaan-pertanyaan epistomologi kefilsafatan, dan erat kaitannya dengan ilmu kejiwaan. Kedua, pertanyaan-pertanyaan yang lain merupakan masalah-masalah semantik  yakni menyangkut hubungan antara pengetahuan kita dengan objek pengetahuan tersebut. Secara singkat, epistimologi dapat diartikan dengan bagaimana cara kita untuk mengetahui sesuatu.
6.      Biologi kefilsafatan, membiarkan persoalan-persoalan mengenai biologi. Biologi kefilsafatan mencoba untuk menganalisis pengertian-pengertian hakiki dalam biologi. Ia  mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengertian-pengertian hidup, adaptasi, teologi, evolusi, dan penurunan sifat-sifat. Biologi kefilsafatan juga membicarakan tentang tempat hidup dalam rangka sesuatu, dan arti pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam semesta tempat kita hidup. Biologi kefilsafatan membantu untuk bersifat kritis, bukan hanya terhadap istilah-istilah biologi, melainkan juga terhadap metode-metode serta teorinya. Gambaran yang dibuat bertentangan dengan fakta-fakta biologi yang sudah diterapkan dengan baik.
7.      Psikologi kefilsafatan, memberikan pertanyaan-pertanyaan psikologi yang meliputi apakah yang dimaksud dengan jiwa, nyawa, ego, akal, perasaan, dan kehendak. Pertanyaan tersebut dapat dijelaskan oleh psikologi sebagai ilmu, namun psikologi kefilsafatan membantu tingkat kehakikian dari penjelasan tersebut.

8.      Antropologi kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang manusia. Apa hakikatterdalam dari manusia itu? Ada pilihan penafsiran apa sajakah mengenai hakikat manusia itu? Yang manakah yang lebih mendekati kebenaran? Antropologi  kefilsafatan juga membicarakan tentang makna sejarah manusia. Apakah sejarah manusia itu dan ke manakah arah kecenderungannya?
9.      Sosioogi kefilsafatan, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat masyarakat serta hakikat negara. Kita ingin mengetahui lembaga-lembaga yang terdapat di dalam masyarakat, dan kita ingin menyelidiki hubungan antara manusia dengan negaranya.
10.  Etika, adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang baik dan buruk. Cabang filsafat yang menyajian dan memperbincangkan tentang istilah-istilah seperti baik, buruk, kebajikan, kejahatan, dan sebagainya. Istilah-istilah ini merupakan predikat-predikat kesusilaan (etik), dan merupakan cabang yang bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan mengenai tingkah laku yang betul  yang mempergunakan sebutan-sebutan tersebut. Di dalam etika kita berusaha untuk menemukan fakta-fakta mengenai situasi kesusilaan agar dapat menerapkan norma-norma terhadap fakta-fakta tersebut. Tetapi yang paling benar ialah tujuan kita yang pokok di dalam  etika agaknya ialah menemukan norma-norma untuk hidup dengan baik.
11.  Estetika,  adalah cabang filasafat yang membicarakan definisi, susunan, dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni. Estetika menggali jawabam dari pertanyaan-pertanyaan: apakah keindahan itu? Apakah hubungan antara yang indah dengan yang benar dan yang baik? Apakah ada ukuran yang dapat dipakai untuk menanggapi suatu karaya seni dalam arti yang objektif?
12.  Filsafat agama, adalah cabang filsafat yang membicarakan jenis-jenis pertanyaan berbeda mengenai agama. Pertama-tama ia mungkin bertanya: apakah agama itu? Apa yang and amaksud dengan istilah “Tuhan”? apa bukti-bukti tentang adanya Tuhan? Filsafat agama tidak berkepentingan mengenai apa yang orang percayai, tetapi mau tidak mau harus menaruh perhatian kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan, ketentuan, dan hubungan antara kepercayaan agama dengan kepercayaan-kepercayaan yang lain.

Pembagian filsafat secara sistematis yang didasarkan pada sistematika yang berlaku di dalam kurikulum akademik meliputi metafisika, epistemoogi, logika, etia, dan estetika. Dalam studi filsafat untuk memahamina secara baik paling tidak kita dapat mempelajari lima bidang pokok, yaitu metafisika, epistemologi, logika dan estetika.
Pertama, metafisika. Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar yang berada di luar pengalaman manusia. Cabang ini membicarakan segala sesuatu secara komprehensif seperti hubungan akal dengan benda, hakiakt perubahan, pengertian tentang kebebasan, wujud Tuhan dan lain-lain.
Filsafat metafisika ini adalah filsafat yang mengkaji tentang hal ada. Istilah metafisika itu sendiri berasal dari akar kata ‘meta’ dan ‘fisika’.  Meta berarti sesudah, selain, atau sebaliknya. Fisika berarti nyata, atau alam. Metafisika berarti sesudah, dibalik yang nyata.
Kedua, epistemologi. Epistemologi lazimnya disebut teori pengetahuan yang secara umum membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, dan kebenaran pengetahuan. Ersoalan epistemologi berkaitan erat dengan persoalan metafisika. Bedanya, persoalan epistemologi berpusat pada apakah yang ada, yang di dalamnya memuat masalah pengetahuan.
Jadi, epitemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.
Ketiga, logika. Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan tatacara penalaran yang betul. Pada mulanya logika sebagai pengetahuan rasional. Lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menetukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat.
Pada asalnya logika disebut oleh Aristoteles sebagai analitika, yang kemudian diembangkan oleh para ahli abad pertengahan disebut ‘logika tradisional’. Kemudian pada akhit abad ke-19 logika tradisional dikembangkan menjadi ‘logika moderen’.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Logika juga merupakan ilmu pengetahuan yang merupakan suatu kesatuan yang sistematis serta memberikan penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keempat, etika. Etika atau filsafat perilaku sebagai salah satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia, dengan enekanan yang baik dan yang buruk. Dengan demikian, dalam filsafat etika terdapat dua hal pokok, yaitu yang menyangkut ‘tindakan’ dan ‘baik-buruk’. Apabila pokok pembicaraan jatuh pada ‘tindakan’ maka etika disebut sebagai filsafat praktis, sedangkan jiak jauh pada ‘baik-buruk’ maka etika disebut filsafat normatif.
Mempelajari etika bertujuan untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu. Etika biasanya disebut ilmu pengetahuan normatif sebab etika menetapkan ukuran bagi perbuatan manusia dengan penggunaan norma tentang baik dan buruk.
Kelima, estetika. Estetika adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang keindahan. Objek dari estetika dalam pengalaman akan keindahan. Dengan belajar estetika diharapkan dapat membedakan antara berbagai teori keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai seni, aliran dalam seni, dan teori penciptaan dalam seni.

5.      Prinsip-prinsip berpikir Filsafat
Dalam kehidupan yang manusia tidak tahu apa yang akan terjadi dalamnya, yang tidak tahu apa yang akan menimpanya, yang hanya bisa menebak dan tidak bisa memastikan, karena yang ada hanyalah peluang yang belum tentu tepat, sehingga dapat merubah garis jalan kehidupannya yang membuat arah manusia itu berbelok entah kemana, yang kadang kelokan itu pada tujuan yang diharapkan dan kadang kebalikannya, manusia membutuhkan komponen yang tak bosa dihiraukan begitu saja itu adalah log pose atau penunjuk arah dan tekad yang kuat agar garis finish yang ditunya bisa tercapai. Namun kadang tekad itu mengendur bahkan hilang tergantikan oleh tekad yang baru. Itulah yang akan terjadi bila manusia tidak mengingat akan prinsip yang harus ia jadikan penguat tekad dan penunjuk arah tersebut.
Prinsip adalah rambu yang menginatkan tujuan yang sebenarnya yang sudah ditempel pada awal perjalanan. Manusia hidup sesuai dengan prinsipnya masing-masing, manusia mengatur langkahnya menggunakan prinsip dengan harapan ia dapat mencapai tujuannya. Namun prinsip bukanlah suatu rambu yang dibuat oleh ego sendiri. Prinsip yang kita buat tidak bisa dijadikan patokan bila mengganggu prinsip lain, menghadang jalan lain, mengubah jalan lain ke jurang dalam.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membicarakan mengenai sumber-sumber, karakteristik, sifat dan kebenaran pengetahuan. Epistemologi seringkali disebut dengan teori pengetahuan atau filsafat pengetahuan, karena yang dibicarakan dalam epistemologi ini berkenaan dengan hal-hal yang ada sangkut pautannya dengan masalah pengetahuan.
Logika adalah budang pengetahuan yang mempelajari tentang asas, aturan, dan prosedur penalaran yang benar. Dengan istilah lain logika sebagai jalan atau cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Maka logika merupakan ketentuan formal untuk memperoleh pengetahuan yang benar.
Dalam penalaran terdapat empat perinsip yang terdiri dari tiga perinsip Aristeteles dan satu prinsip dari George Leibniz. Prinsip penalaran Aristoteles adalah sebagai berikut.
a.       Prinsip identitas
Prinsip ini dalam istilah Latin adalah principium identitatis. Prinsip identitas berbunyi:”sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Dengan kata lain: “sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri, bukan yang lain”.
b.      Prinsip kontradiksi (principiumcontradictionis)
Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tudak dapat sekaligus merupakan hal itu dan bukan hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada waktu yang bersamaan”. Dengan kata lain: “sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non-p”.
c.       Prinsip eksklusi tertii/kausalitas
Prinsip ekslusi tertii (principium exclusi tertii)merupakan perinsip penyisihan jalan tengah atau perinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. Prinsip ekslusi tertii berbunyi: “sesuatu jika dijadikan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinana ketiga yang merupakan jalan tengah”. Dengan kata lain: “ sesuatu x mestilah p atau non-p tidak ada kemungkinan ketiga”. Arti dari prinsip ini adalah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mmutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu yang berbeda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya, sifat p atau   non-p.
Disamping tiga prinsip yang dikemukakan oleh Aristoteles diatas, seorang filsuf Jerman Leibniz menambahkan satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan bagi perinsip identitas.
d.      Prinsip cukup alasan/ prinsip keselarasan
Prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis), yang berbunyi: “suatu peubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu metilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-bita berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain: “adanya suatu itu harusnya mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan sesuatu”.
Dari pertimbangan itu menghasilkan lima prinsip penting dalam berfilsafat :
1.      Meniadakan kecongkakan mana tahu sendiri
Prinsip ini adalah prinsip yang harus selalu dipegang oleh manusia dalam segala keadaan, tanpa prinsip ini manusia tidak akan menemukan ke-objektifitasan terhadap apa yang telah ditelaahnya. Terutama dalam berfilsafat, seorang filsuf itu tidak akan menemukan jalan lain yang padahal jalan itu sendiri dapat memberikannya jalan keluar terhadap jalan fikirannya yang mungkin sedang terhalang oleh tembok permasalahan yang todak dapat diatasinya sendiri.
Seorang filsuf pernah berpantun tentang macam manusia:
o   Ada orang yang tahu ditahunya
o   Ada orang yang tahu ditidaktahunya
o   Ada orang yang tidak tahu ditahunya
o   Ada orang yang tidak tahu ditidaktahunya
Itulah mengapa seorang filsuf tidak boleh mengurung pikirannya. Seorang filsu harus selalu bercermin terhadap pikirannya agar tidak termasuk macam orang yang tahu ditidaktahunya dan tidaktahu ditidaktahunya.
2.      Perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran
Dalam prinsip ini seorang filsuf haruslah berpikir tentang dampak apa yang akan terjadi bila ia menyembunyikan kebenaran. Janganlah terjadi kejadian seorang filsuf merubah arahnya kejalan menuju jurang kesesatan. Berfilsafat merupakan berjalan mendahului orang lain untuk mengetahui jalan mana yang benar yang pantas untuk ditunjukkan kepada orang lain. Bila seorang filsuf menyembunyikan kebenaran dan menunjukkan arah yang salah maka orang lain yang dibelakangnya pun akan jauh ke jurang kesesatan.
3.      Memahami secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafat serta memikirkan jawabannya
Dalam prinsip ini yang menjadi acuan pokok adalah tekad dan kegigihan seorang filsuf. Sebenarnya prinsip ini dapat kita benarkan dengan melihat kejadian yang terjadi pada kehidupan yang dialami, apa maksudnya? Dapat kita lihat sendiri tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam diri, tak beraksi untuk memenuhi kehidupannya. Semua makhluk hidup berjuang untuk bertahan hidup. Begitupun dengan seorang filsuf, ia dapat bertahan dan berhasil mendapatkan jawaban yang dibutuhkan dengan kegigihannya melawan beratnya masalah yang dihadapi.
4.      Latihan intelektual itu dilakukan secara aktif dari waktu kewaktu dan diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis.
Seperti yang telah kita ketahui da;am film-film yang kita tonton, seorang pendekar mulai mengembara ketika latihannya telah selesai, dan siap menghadapi kenyataan yang ada. Hal itu hampir sama dengan seorang filsuf hanya saja seorang filsuf melakukan latihannya buka ketika hendak mengembara namun seorang filsuf melakukannya terus meskipun sudah berada pada tahap pengembaraan. Itu semua dilakukan karena tidak selamanya pedang dipakai untuk menebas. Seorang filsuf harus berlatih menjadi orang yang fleksibel, agar ia siap menerima dan mengirim pemikirannya pafa waktu yang terus berubah.
5.      Sikap keterbukaan diri, artinya orang yang mempelajari filsafat sebaiknya tidak dihinggapi oleh prasangka tertentu.
Prinsip ini sebenarnya mempunyai hubungan dengan prinsip yang pertama. Tujuan dari prinsip ini sama dengan prinsip yang pertama, hanya saja bila prinsip yang pertama berupa larangan dan prinsip ini berupa perintah. Namun tetap kedua prinsip itu mempunyai point khusus dan saling berkesinambungan. Seorang filsuf dilarang mempunyai sifat manatahu sendiri, pada prinsip ini memberikan syarat untuk memegang prinsip yan g kelima. Bial seorang filsuf sudah mengatur egonya, maka ia haru belajar untuk melaksanakan prinsip keterbuakaan ini.

Menurut beberapa pendapat yang lain, Terdapat lima prinsip penting dalam berfilsafat, yaitu :
1.      Tidak boleh merasa paling tahu dan paling benar sendiri (congkak).
2.      Memiliki sikap mental, kesetiaan, dan jujur terhadap kebenaran.
3.      Bersungguh-sungguh dalam berfilsafat serta berusaha dalam mencari jawabannya.
4.      Latihan memecahkan persoalan filsafati dan bersikap intelektual secara tertulis maupun lisan.

5.      Bersikap terbuka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar