Laman

Minggu, 11 Desember 2016

Golput itu Ngga Keren Sama Sekali.

Hai.. hai,., Sudah lama tidak mampir dan menulis sesuatu di blog ini. Sebentar lagi Tahun yang baru akan datang, dan  tidak lama lagi kita akan menyambut datangnya Pemilu atau dalam hal ini lebih kepada Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada. Pilkada kali ini akan menjadi periode kedua diadakannya Pilkada Serentak 2017 yang mana akan ada 101 daerah di Indonesia yang akan mengadakan Pilkada Serentak ini. Untuk itu kita sebagai generasi muda tentunya bisa melakukan sesuatu untuk negeri mu, untuk daerah mu dengan mengikuti pemilihan tersebut dengan menyumbangkan suaramu yang sedikit banyaknya tentu akna berdampak pada daerah mu nantinya. Karena golput itu ngga keren sama sekali. 

Sedikit ingin berbagi disini, berkaitan dengan golput aku ingin share sedikit mengenai tugas kuliah sewaktu di semester 3 (oke sekarang udah semester berapa? jangan ditanya ya) mengenai apasih alasan kaum Muda itu golput?

Apasih Golput itu?

Golput (golongan putih) adalah kelompok-kelompok yang tidak menggunakan hak pilihnya untuk berpartisipasi dalam menyukseskan pemilu. Banyak orang yang berpendapat tentang golput, ada yang biasa saja, ada yang menganggap golput adalah tindak pidana, dan ada juga yang menganggap golput itu sebagai model politik yang perlu dijaga dan dipelihara keberadaannya. Karena itu, ancaman untuk mempidanakan warga Negara yang sudah memiliki hak pilih, tapi tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2014 ditentang dan masih menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat kita. 
Pada intiya golput disebabkan 2 (dua) hal yakni Golput by Accident dan golput karena tidak memiliki interest dalam Pemilu/Pemilukada (ideologi). Golput karena tidak adanya minat terhadap Pemilu/Pemilukada dapat dikurangi dengan cara memperkuat basis isu. Pada pemilu rezim Orde Lama ketertarikan publik terhadap ideologi sebagai preferensi untuk memilih sangat besar hingga 91,41%. Pada Pemilu/Pemilukada rezim Orde Reformasi seharusnya ada penguatan isu/minat publik yang diharapkan dapat mendorong kehadiran masyarakat di TPS.


Alasan Kaum Muda Tidak Boleh Golput
Dari masa ke masa dalam “pesta” demokrasi yang diadakan lima tahun sekali (Pemilu), selalu saja memiliki presentase golput yang cukup tinggi. Pada pemilu tahun 2009 saja ada 66,9 juta (67 juta) “Golput” atau suara penduduk yang tidak menggunakan hak memilihnya dengan tepat. Suara sah yang terhitung hanya mencapai 104.099.785 suara dari 171 juta penduduk yang harusnya menggunakan hak suara dengan benar. Lebih disayangkan lagi ketika diketahui bahwa, dari jumlah tersebut terdapat banyak pemilih pemula atau anak muda yang tidak menggunakan hak pilihnya.
 Fenomena ini memang cukup memprihatinkan, dimana anak muda seharusnya menjadi tonggak perubahan suatu bangsa, namun pada saat yang penting seperti pemilu, untuk menentukan pemimpin, malah banyak yang tidak perduli. Fenomena golput ini merupakan suatu ironi tersendiri bagi bangsa Indonesia. Jika kita melihat perkembangan pemilu dan partai politik dari waktu ke waktu terdapat perbedaan yang cukup mencolok terkait tren pemilu.
Pertama, beberapa kalangan anak muda menganggap para calon yang menjadi peserta pemilu Legislatif maupun Presiden atau Kepala Daerah tidak sesuai kriteria sebagai pemimpin negara, ataupun wakil rakyat. Kedua, kalangan yang lain menyebut keraguan pada partai politik sebagai pengusung calon-calon tersebut karena partai politik sekarang hanya sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan tanpa benar-benar peduli dengan rakyat. Ketiga, program-program atau visi-misi yang ditawarkan oleh para calon dianggap normatif dan belum mampu menjadi terobosan bagi permasalahan yang ada pada masyarakat, terlebih lagi program-program tersebut dianggap sebagai janji palsu dan “bualan” semata, sehingga tidak akan berdampak kepada pemilih.

Dan alasan kenapa golput itu tidak boleh adalah:
1.      Masa depan Indonesia justru akan ditentukan oleh Swing Voters
Swing Voters, mereka yang pilihannya masih bisa berubah di menit terakhir. Saat ini dari hasil perhitungan polling lembaga survey, belum ada kandidat yang diprediksi menang telak. Menurut beberapa sumber, kemenangan kandidat dalam pemilu mendatang justru ditentukan oleh swing voters (data, disini). Warga negara yang pilihannya masih mengambang ini biasanya datang dari kalangan anak mjda berpendidikan. Hingga saat ini tidak ada satu pasangan kandidat pun yang mengantongi 50% suara dalam setiap survey.
2.      Apatisme tidak akan menyelesaikan Masalah
Tidak bisa dipungkiri Indonesia memang sempat kehilangan figr pemimpin berintegritas. Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka yang kita titipkan amanah untukmenyuarakan kepentingan justru memanfaatkan posisinya demi kepentingan pribadi. Namun memutuskan untuk tidak memberikan hak suaramu pada siapapun tidak akan menghentikan lingakran setan diatas. Justru bisa semakin memperparahnya. Dari pada apatis lebih baik memilih yang paling bisa diberikan harapan.
3.      35% Pemilih  adalah Pemilih Pemula
Pemilih pemula tidak dibesarkan dalam era Orde Baru maupun awal masa Reformasi. Mereka  bebas menentukan idealieme mereka sendiri. Pemilih pemula juga kerap dikaitkan dengan generasi yang terbuka terhadap perubahan. Jika pemilih pemula benar-benar memanfaatkan hak pilih dengan baik, bukan tidak mungkin suara dari merekalah yang akan mengubah indonesia.
4.  Indonesia akan punya bonus Demografi pada 2025, dan kamulah yang akan merasakan  dampaknya
Pada tahun 2025-2035 Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi yang sangat besar. Pada keadaan ini mereka dengan usia produktif akan lebih banyak mendominasi segitiga penduduk dibandingkan dengan mereka yang berusia non-produktif. Untuk  menyambutnya, diperlukan strategi yang benar dalam mempersiapkan ledakan penduduk ini.
5.      Kita masih punya banyak masalah yang belum selesai
Republik ini masih punya banyak PR yang belum selesai. Ada tangan kedua calon kandidat inilah kita menitipkan harapan atas sebuah jalan penyelesaian. Mulai dari penyelesaian Kasus Lapindo, pengusutan tuntas hilangnya aktivis mahasiswa, hingga penegakan hak korban ’65 yang masih tercoreng namanya. 


Untuk mendapatkan kredibilitas data yang terjamin, maka kami melakukan beberapa wawancara dari beberapa orang sampel narasumber para pemilih muda langsung untuk dimintai pendapatnya mengenai fenomena ini.
            Dan berikut hasilnya adalah:

1.     Menurut anda, Apakah alasan seseorang itu mau golput?

·  Sampel 1: Alasannya saat pemilu biasanya sering ditemui kesulitan dan sering dipersulitnya surat keterangan untuk pindah TPS . Apalagi melalukan sosialisasi yg menarik dengan tata cara yg mudah dipahami,terkadang sebagian masyarakat yg golput tidak tau siapa pemimpin atau calon legislatif yg akan dipilih,dengan adanya simulasi pemilu 2 minggu sebelum hari pencoblosan, mungkin akan mengurangi masyarakat yg golput. Dan bisanya orang-orang yg golput terdiri dari kalangan mahasiswa yg merantau jauh dari kampungnya, dan kalangan masyarakat yang memiliki taraf pendidikan rendah yang kurang memiliki pengetahuan akan pentingnya ikut memilih. Alasan lain juga karna sudah adnya stereotip yang menganggap kebanyakan calon tersebut tidak ada yang lebih baik dari yang sebelum-sebelumnya.
·   Sampel 2: Menurut saya orang orang memilih golput karna, memilih atau tidaknya mereka, juga tidak akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka,tapi sebenarnya itu salah karna sebagai warga negara yang baik kita harus memilih pemimpin untuk perkembangan bangsa kita.
·       Sampel 3: Menurut saya, mereka beranggapan malas untuk memilih, toh sebenarnya yang dipilih itu juga tak sesuai dengan yang dinginkan.

2.      Menurut anda, Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengajak para pemilih atau masyarakat agar tidak golput?

·      Sampel 1Dengan dipermudahnya proses untuk para pendatang di TPS. Kita kan telah memiliki e-ktp, jadi harusnya bisa digunakan dengan mudah. Tetapi dalam kenyataannya tidak seperti itu. Selain itu juga bisa dengan memasukkan membuat UUD yang menyatakan bahwa pemilihan wajib untuk dilakukan seluruh warga negara, dan dengan syarat yang dipermudah, seperti contohnya dapat juga melakukan pencoblosan di luar domisili tempat asal. Atau dengan lebih gencarnya melakukan sosialisasi yang ketat.
·  Sampel 2: Melalukan sosialisasi yang menarik dengan tata cara yang mudah dipahami,terkadang sebagian masyarakat yang golput tidak mengetahui siapa pemimpin atau calon legislatif yang akan dipilihnya, sehingga dengan adanya simulasi pemilu 2 minggu sebelum pemilihan, mungkin akan mengurangi angka golput dalam masyarakat.
·     Sampel 3Berikan sanksi bagi yang tidak memilih, seperti denda, dsb. Serta dengan meyakinkan masyarakat bahwa pemilu itu sangat penting bagi kelangsungan negara lima tahun kedepan.


Dari hasil wawancara yang kami lakukan ini, kami mengambil kesimpulan bahwa:

a.     Banyak masyarakat yang memilih golput ini dipicu oleh 2 faktor utama, yaitu karena keterbatasan pengetahuan dan tata cara yang sulit untuk para pendatang, serta kurangnya perhatian dan rendahnya tingkat kepercayaan terhadap para kandidat yang akan dipilih tersebut.
b.      Disamping itu, peranan pemerintah dalam mensosialisasikan dan mempengaruhi masyarakat agar tidak golput ini sangat dibutuhkan. Karena banyak dari beberapa sampel yang tidak ingin memilih dikarnakan tidak mengetahui harus memilih siapa.
c.       Peran media massa sangat dibutuhkan dalam hal ini. Pemerintah dan media massa dituntut dapat bekerja sama dengan baik dalam memberikan pengetahuan terhadap masyarakat mengenai pentingnya ikut berpartisipasi politik seperti ini.

Proses yang dilakukan Pemerintah Dalam Mengajak Pemerintah Agar tidak Golput
Seperti yang kita ketahui bersama, pada pemilihan umum tahun 2014 ini, telah banyak berbagai upaya yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara Pemilu untuk menyukseskan Pemilu ini. Tidak ketinggalan partai politik dan para calon legislatif pun bekerja semakin keras untuk mendulang dukungan suara pemilih. Sementara pada sisi lain, konstituen pun berjuang untuk menentukan pilihan yang terbaik dari sekian banyak partai politik dan calon legislatif yang ada.
            Banyak perspektif yang digunakan para pakar untuk menganalisis latar belakang tingginya angka golput tersebut. Namun secara umum, rendahnya partisipasi pada pemilu maupun pilkada akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pemilu/pilkada sebagai salah satu instrumen pelaksanaan demokrasi mengalami persoalan mendasar.
Asumsi ini memperoleh dukungan karena salah satu indikator dari berkualitasnya pemilu/pilkada adalah tinggi dan rasionalnya pemilih dalam menyampaikan aspirasi politiknya.
Partisipasi pemilih yang rendah cenderung didominasi karena pilihan politik. Artinya murni karena pemilih sadar bahwa memilih bukan pilihan strategis. Partisipasi yang rendah betul-betul murni karena alasan politik; kecewa dengan parpol, tidak puas dengan kandidat yang ada, serta begitu jenuhnya mereka mengikuti proses politik seperti pemilu/pilkada namun tidak muncul perubahan yang signifikan.
Yang melatari pemilih tidak datang ke TPS adalah karena faktor kesadaran politik. Dalam posisi ini, pemilih sudah cukup sadar dan dewasa ketika menentukan sikap untuk memilih atau tidak memilih. Umumnya mereka sadar dan tidak memilih karena menilai bahwa para calon yang tampil tidak memberi harapan untuk perubahan. Kondisi kesejahteraan yang tidak berubah sementara perebutan kekuasaan terus berlangsung di kalangan elit menjadi alasan lain untuk tidak mencoblos. Intinya, faktor alasan politik yang dominan melatari pemilih untuk tidak memilih.
Menghadapi Pemilu 2014 ini, pemerintah dan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) tampaknya berusaha maksimal agar seluruh rakyat Indonesia, yang memilki hak pilih untuk menggunakan hak pilihnya secara baik dan benar serta tidak memilih sebagai golput. Beragam sosialisasi dilakukan termasuk mengantisipasi berbagai bentuk kecurangan yang biasa terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.
Diantara upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah ini adalah :

ü  Melakukan berbagai sosialisasi, seperti dengan memasang iklan-iklan yang bertajuk untuk mengajak agar masyarakat tidak golput, serta membuat gambar-gambar ajakan untuk bersama-sama tolak golput.
ü  Mempermudah tata cara pencoblosan bagi mereka yang tidak berdomisili ditempat asal, seperti anak kos, dan mereka yang berada diluar negeri. (meskipun banyak kontroversi mengenai hal ini).
ü  Memberikan masyarakat pengetahuan mengenai seluruh kandidat, baik itu mengenai visi misinya, bagaimana orientasinya terhadap permasalahan dinegeri ini, dsb. Hal ini dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengadakan acara Debat Capres dan Cawapres yang ditayangkan dimedia massa sehingga masyarakat dapat menilai sendiri bagaimana pendapat mereka mengenai kandidat-kandidat tersebut.


Jadi, mari kita semarakkan Pilkada Serentak 2017 Kali ini. Dengan Menyumbangkan suara  di TPS terdekat ! hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar