1 MEDIA
MASSA
Dewasa ini, kita tidak
lagi dapat menyamakan “komunikasi massa” atau “media massa” dengan” jurnalisme”
dalam menyebut media selain koran atau majalah. Tentu saja setiap komunikasi
membutuhkan medium atau saran pengirim pesan seperti kolom di koran atau
gelombang siaran. Namun komunikasi massa merujuk ke keseluruhan institusinya
yang merupakan pembawa pesan – koran, majalah, stasiun pemancar – yang mampu
menyampaikan pesan-pesan ke jutaan orang nyaris serentak.
Sebagai pranata sosial,
keberadaannya tidak hanya membuahkan manfaat namun juga masalah: kontrol,
pembatasan pemerintah, sarana penunjang ekonomi, dan seterusnya. Oleh sebab
itu, komunikasi masssa dapat diartikan dalam dua cara, yakni:
Pertama, Komunikasi Oleh Media, dan
Kedua, Komunikasi Untuk Setiap Orang
Namun, tidak berarti komunikasi massa adalah komunikasi
untuk setiap orang. Media tetap cenderung memilih khalayak, dan demikian pula
sebaliknya khalayak pun memilih-milih media.
A. Karakteristik
Komunikasi Massa
Karakteristik terpenting pertama komunikasi massa
adalah sifatnya satu arah. Memang ada televisi atau radio yang mengadakan
dialog interaktif yang melibatkan khalayak secara langsung, namun itu hanya
untuk keperluan terbatas.
Kedua, selalu dalam proses seleksi. Misalnya, media
memilih khalayaknya. Koran New Yorker
untuk kalangan menengah keatas saja. SuccessfulFarming,
khusus untuk para petani kaya di daerah Midwest.
Koran The New York Times and Daily News
membidik khalayak yang berlainan. Demikian pula dengan televisi dan radio.
Dilain pihak, khalayak juga menyeleksi media, baik jenis maupun isi siaran dan
berita setara waktu untuk menikmatinya.
Ketiga, karena media mampu menjangkau khalayak luas,
jumlah media yang diperlukan sebenarnya tidak terlalu banyak, sehingga
kompetisinya selalu berlangsung ketat. Untuk menyampaikan berita dari mulut ke
mulut keseluruh AS, tentunya diperlukan jutaan orang. Namun, satu stasiun
pemancar cukup untuk menyampaikan pesan itu.
Keempat, untuk meraih khalayak sebanyak mungkin,
harus berusaha membidik sasaran tertentu. Sebagai contoh, editor koran selalu
mengingatkan reporternya untuk mencari berita yang menarik minat orang-orang
yang akan menyampaikannya kepada orang lain. Televisi juga merancang program
untuk memikat segmen khalayak tertentu yang akan menyebarluaskannya, misalnya
secara opera sabun untuk ibu-ibu rumah tangga. Orang lain yang semula tidak
tertarik akan terdorong untuk menyaksikan acara yang banyak diperbincangkan.
menurut Penelitian, tiga perempat warga AS dapat
memahami isi koran dan majalah dengan baik,
namun tidak banyak yang senang menceritakan
apa yang dibacanya kepada orang lain.
Kelima,
komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang harus peka terhadap kondisi
lingkungannya. Ada interaksi tertentu yang berlangsung antara media dan
msyarakat. Media tidak hanya mempengaruhi tatanan politik, sosial dan ekonomi
dimana ia berada, namun juga dipengaruhi olehnya. Oleh sebab itu, untuk
memahami media secara baik, kita harus memahami pula lingkungan atau masyarakat
dimana media itu berada.
Sedangkan
untuk memahami sebuah masyarakat, kita harus menelaah latar belakang,
asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasarnya. Untuk itu diperlukan penguasaan
atas sejarah, sosiologi, ilmu ekonomi dan filsafat, demi memahami media secara
benar.
B.
Media Massa dan Masyarakat
Media
massa, seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian tak
terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media adalah perpanjangan
lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk
mengembangkan struktur sosialnya. Namun banyak orang yang tidak menyadari hubungan
fundamental antara manusia dan media itu, serta keliru menilai peran media
dalam kehidupan mereka.
Disetiap
masyarakat, mulai dari yang paling primitif hingga yang terkompleks, sistem
komunikasi menjalankan empat fungsi. Harold Lasswell telah mendefinisikan tiga
diantaranya: penjagaan lingkungan yang mendukung; pengaitan berbagai komponen
masyarakat agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan; serta
pengalihan warisan sosial.
Setiap
masyarakat memiliki sejumlah penjaga yang menyajikan informasi dan penafsiran
atas berbagai peristiwa. Penjaga ini juga memantau kondisi lingkungan dan
mendeteksi berbagai ancaman dan masalah, juga berbagai peluang dan dukungan,
serta memberitahukannya kepada warga masyarakat agar dapat menyesuaikan diri. Yang
dimaksudkan penjaga ini adalah Reporter, yang meliputkan dan memberikan
informasi-informasi terikini untuk kita.
C.
Media dan Kontrol Sosial
Sejumlah
teorisi, meskipun tak sejauh Innis atau McLuhan dalam mengupas kekuatan
komunikasi massa, juga mengakui peran komunikasi massa sebagai alat kontrol
sosial dan pemeliharaan tertib masyarakat. Ini kontras dengan teori libertarian yang berkeyakinan bahwa pers
atau media adalah kekuatan pembebas manusia dari tirani, kesewenang-wenangan
dan kebodohan.
Kontrol
sosial oleh media massa begitu ekstensif dan efektif, sehingga sebagaian
pengamat menganggap kekuatan utama media memang disitu. Sebagai contoh, Joseph
Klapper melihat daya kemampuan “rekayasa kesadaran” oleh media, dan ini
dinyatakannya sebagai kekuatan terpenting media, yang bisa dimanfaatkan untuk
tujuan apapun.
Media
juga mengubah bentuk kontrol sosial. Paul Lazarsfeld dan Robert K. Merton juga
melihat media dapat menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan.
Mereka mengatakan “kelompok-kelompok kuat kian mengandalkan teknik manipulasi
melalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya, termasuk agar mereka bisa
mengontrol secara lebih luas”.
3.2
STRATEGI MEDIA MASSA DALAM KEBERHASILAN PERMBUJUKAN MELALUI BERITA
Media bukan saja menjadi pembujuk
kuat, namun media juga bias membelokkan pola perilaku atau sikap-sikap yang ada
terhadap suatu hal. Sejumlah pengamat percaya bahwa kekuatan periklanan begitu
kuat karena peran media. Medialah yang mendorong konsumen untuk memilih suatu
produk tertentu dengan meninggalkan produk lain, atau berganti merk.
A. TEORI AGENDA
SETTING
Media Massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. media massa secara konstan menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu .
Kurt Lang dan Gladys Engel
Lang (1959)
Teori Penentuan Agenda
(dalam bahasa Inggris: Agenda Setting
Theory) adalah teori yang menyatakan
bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan
media massa untuk mentransfer dua elemen, yaitu Kesadaran dan Informasi ke
dalam agenda public dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya
kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.
Di dalam Teori Agenda
Setting, media melakukan penentuan agenda tersebut dengan menggunakan cara Primming.
ð
Primming adalah proses dimana media berfokus pada
sebagian isu dan tidak pada isu lainnya, dengan demikian mengubah standar yang
digunakan orang untuk mengevaluasi para calon pemilihan. (Menurut Severin dan
Tankard, Jr. 2010: 271).
Hasil penelitian menunjukkan, jika Agenda Setting
dapat terjadi pada isu-isu yang kurang menonjol, namun dapat juga tidak terjadi
pada isu-isu yang kurang menonjol. Menurut Zucker, bahwa menonjolnya suatu isu
merupakan konsep penting dalam hipotesis penentuan agenda.
Apabila Agenda Setting media bekerja pada isu-isu yang
kurang menonjol, maka cara orang mengetahui isu-isu tersebut hanya melalui
media atau bercakap-cakap dengan orang lain yang diterpa oleh media berkaitan
dengan isu tertentu. Dengan demikian, proses Agenda Setting bekerja pada
khalayak dengan arus komunikasi dua langkah, yaitu dari media sendiri, dan/atau
orang yang diterpa oleh isu berita kepada orang lain.
Jadi, Primming adalah proses
bagaimana media menganggap suatu isu itu penting dan menonjol-nonjolkan
sepanjang waktu agar menjadi wacana publik. Dan yang paling penting adalah hal
apa yang diutamakan dalam isu tertentu. Hal ini penting dilakukan agar Agenda
Setting tersebut dapat terbentuk.Isu mana yang perlu dikesampingkan dalam pemberitaan, dan yang mana yang
harus ditonjolkan.
Menonjolnya isu menjadi faktor
penting dalam apakah terjadi penentuan agenda atau tidak. Semakin kurang
pengalaman langsung yang dimiliki publik berkenaan dengan topic iu tertentu,
maka semakin besar pula publik harus bergantung kepada berita media mengenai
isu tersebut.
·
Isu yang langsung dialami oleh publik, seperti
Pengangguran, adalah isu yang menonjol (obstrusive
issues).
·
Isu yang mungkin tidak dialami langsung oleh public,
misalnya Polusi, adalah isu yang tidak menonjol (unobstrusive issues).
ü Proses Agenda
Setting Bekerja
Stephen W.
Littlejhon mengatakan, Agenda Setting beroperasi dalam 3 bagian, sebagai
berikut:
1.
Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini
akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama
kali.
2.
Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau
beriteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik.
Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu
mempengaruhi agenda publik, dan bagaimana publik itu melakukannya.
3.
Agenda publik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam
agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang
dianggap penting bagi individu.
Proses Agenda Setting Bekerja menurut McQuail dan Windahl (1993):
Keterangan:
1. Agenda Media. Agenda harus diformat,
proses akan memunculkan masalah bagaimana agenda media ini terjadi pada waktu
pertama kali dengan dimensi yang berkaitan, antara lain: Visibility (yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita), Audienece Salience (tingkat menonjol bagi
khalayak), Valency (valensi), yakni
menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.
2. Agenda Khalayak. Agenda media dalam banyak
hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu
tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar
kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu
melakukannya. Dimensi yang berkaitan antara lain: Personal Salience (penonjolan pribadi), Familiriarity (keakraban), Favorability
(kesenangan).
3.
Agenda Kebijakan. Agenda publik
mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan
adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu. Dimensi
yang berkaitan antara lain: Support
(dukungan), Likelihood of action
(kemungkinankegiatan), yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang
diharapkan, Freedom of action
(kebebasan bertindak), yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.
Jadi, proses agenda setting tidak berlangsung satu
arah saja (dari media langsung kepada khalayak), namun untuk menuju kepada
khalayak tertentu, suatu isu dapat melalui khalayak lain terlebih dahulu
sebelum sampai kepada khalayak yang dituju.
Isu itu akan berputar-putar terlebih dahulu sebelum
sampai kepada khalayak yang tepat. Boleh jadi, anda tidak sempat menonton isu
tertentu, tetapi anda mendapatkannya dari keluarga, teman, atau diwarung kopi
ketika bercakap-cakap dengan orang lain.
Lamanya proses agenda setting itu berlaku pada konteks
dan situasi tertentu, dimana tidak ada yang pasti berapa lama sebuah isu itu
mempengaruhi agenda publik berjalan, demikian pula kapan hilangnya tidak pasti
diketahui. Semua bergantung bagaimana situasi itu menjadi isu local atau
nasional.
Semakin penting isu tersebut, misalkan menyangkut
hajat hidup orang banyak dan kepentingan orang banyak pula, maka akan semakin
lama isu itu berjalan. Namun apabila suatu solusi telah ditawarkan dan berlaku
pelaksanaannya, boleh jadi dengan sendirinya Agenda Setting dalam “isu
tertentu” akan lenyap dengan sendirinya.
ü Agenda Setting
dalam Pembentukan Opini Publik
Opini publik adalah pendapat yang sama yang dinyatakan
oleh banyak orang yang diperoleh melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban
atas pertanyaan dan permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Permasalahan
tersebut tersebar melalui media massa.
Pembentukan opini publik tidak berlangsung begitu saja, melainkan
“berperantara”, yaitu media massa yang menjadi perantara tersebut. Mengapa hal
ini hanya dapat dilakukan oleh media massa? Karena media massa memiliki
sejumlah kemampuan dan keterampilan yang dapat dilakukan dan memungkinkan hal
itu terjadi.
Untuk bisa menarik publik mendiskusikan sebuah isu,
maka media akan mengemas isu itu bisa
menjadi “menarik”, menimbulkan simpati ataub empati, memainkan kemampuan
kognisi (pengetahuan) dan afeksi (perasaan publik).
Agar tidak bias, biasanya media massa akan
menganalisis terlebih dahulu sebuah isu yang perlu ditonjolkan, bagaimana
kira-kira nantinya dilemparkan ke publik, apakah akan berdampak secara luas
atau hanya sementara saja.
Biasanya mereka melakukan eksperimen kecil-kecilan
dengan melempar isu tersebut melalui pemberitaan. Apabila isu itu memiliki
dampak yang signifikan, maka isu itu akan ditonjolkan dan mendominasi
pemberitaan. Dan biasanya kita akan melihatnya pada headline atau halaman depan surat kabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar