Laman

Minggu, 11 Desember 2016

DIBALIK KEBERHASILAN MEDIA MASSA DALAM MEMBANTU PEMERINTAH MEMBUJUK MASYARAKAT AGAR TIDAK GOLPUT

1 MEDIA MASSA
           
Dewasa ini, kita tidak lagi dapat menyamakan “komunikasi massa” atau “media massa” dengan” jurnalisme” dalam menyebut media selain koran atau majalah. Tentu saja setiap komunikasi membutuhkan medium atau saran pengirim pesan seperti kolom di koran atau gelombang siaran. Namun komunikasi massa merujuk ke keseluruhan institusinya yang merupakan pembawa pesan – koran, majalah, stasiun pemancar – yang mampu menyampaikan pesan-pesan ke jutaan orang nyaris serentak.
Sebagai pranata sosial, keberadaannya tidak hanya membuahkan manfaat namun juga masalah: kontrol, pembatasan pemerintah, sarana penunjang ekonomi, dan seterusnya. Oleh sebab itu, komunikasi masssa dapat diartikan dalam dua cara, yakni:

Pertama, Komunikasi Oleh Media, dan
                            Kedua, Komunikasi Untuk Setiap Orang

            
            Namun, tidak berarti komunikasi massa adalah komunikasi untuk setiap orang. Media tetap cenderung memilih khalayak, dan demikian pula sebaliknya khalayak pun memilih-milih media.


A.    Karakteristik Komunikasi Massa

Karakteristik terpenting pertama komunikasi massa adalah sifatnya satu arah. Memang ada televisi atau radio yang mengadakan dialog interaktif yang melibatkan khalayak secara langsung, namun itu hanya untuk keperluan terbatas.
Kedua, selalu dalam proses seleksi. Misalnya, media memilih khalayaknya. Koran New Yorker untuk kalangan menengah keatas saja. SuccessfulFarming, khusus untuk para petani kaya di daerah Midwest. Koran The New York Times and Daily News membidik khalayak yang berlainan. Demikian pula dengan televisi dan radio. Dilain pihak, khalayak juga menyeleksi media, baik jenis maupun isi siaran dan berita setara waktu untuk menikmatinya.
Ketiga, karena media mampu menjangkau khalayak luas, jumlah media yang diperlukan sebenarnya tidak terlalu banyak, sehingga kompetisinya selalu berlangsung ketat. Untuk menyampaikan berita dari mulut ke mulut keseluruh AS, tentunya diperlukan jutaan orang. Namun, satu stasiun pemancar cukup untuk menyampaikan pesan itu.
Keempat, untuk meraih khalayak sebanyak mungkin, harus berusaha membidik sasaran tertentu. Sebagai contoh, editor koran selalu mengingatkan reporternya untuk mencari berita yang menarik minat orang-orang yang akan menyampaikannya kepada orang lain. Televisi juga merancang program untuk memikat segmen khalayak tertentu yang akan menyebarluaskannya, misalnya secara opera sabun untuk ibu-ibu rumah tangga. Orang lain yang semula tidak tertarik akan terdorong untuk menyaksikan acara yang banyak diperbincangkan.
 

  menurut Penelitian, tiga perempat warga AS dapat 
memahami isi koran dan majalah dengan baik,
 namun tidak banyak yang senang menceritakan 
apa yang dibacanya kepada orang lain.

           
            Kelima, komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang harus peka terhadap kondisi lingkungannya. Ada interaksi tertentu yang berlangsung antara media dan msyarakat. Media tidak hanya mempengaruhi tatanan politik, sosial dan ekonomi dimana ia berada, namun juga dipengaruhi olehnya. Oleh sebab itu, untuk memahami media secara baik, kita harus memahami pula lingkungan atau masyarakat dimana media itu berada.
            Sedangkan untuk memahami sebuah masyarakat, kita harus menelaah latar belakang, asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan dasarnya. Untuk itu diperlukan penguasaan atas sejarah, sosiologi, ilmu ekonomi dan filsafat, demi memahami media secara benar.
B.     Media Massa dan Masyarakat

Media massa, seperti halnya pesan lisan dan isyarat, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia. Pada hakikatnya, media adalah perpanjangan lidah dan tangan yang berjasa meningkatkan kapasitas manusia untuk mengembangkan struktur sosialnya. Namun banyak orang yang tidak menyadari hubungan fundamental antara manusia dan media itu, serta keliru menilai peran media dalam kehidupan mereka.
Disetiap masyarakat, mulai dari yang paling primitif hingga yang terkompleks, sistem komunikasi menjalankan empat fungsi. Harold Lasswell telah mendefinisikan tiga diantaranya: penjagaan lingkungan yang mendukung; pengaitan berbagai komponen masyarakat agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan; serta pengalihan warisan sosial.
Setiap masyarakat memiliki sejumlah penjaga yang menyajikan informasi dan penafsiran atas berbagai peristiwa. Penjaga ini juga memantau kondisi lingkungan dan mendeteksi berbagai ancaman dan masalah, juga berbagai peluang dan dukungan, serta memberitahukannya kepada warga masyarakat agar dapat menyesuaikan diri. Yang dimaksudkan penjaga ini adalah Reporter, yang meliputkan dan memberikan informasi-informasi terikini untuk kita.


C.     Media dan Kontrol Sosial

Sejumlah teorisi, meskipun tak sejauh Innis atau McLuhan dalam mengupas kekuatan komunikasi massa, juga mengakui peran komunikasi massa sebagai alat kontrol sosial dan pemeliharaan tertib masyarakat. Ini kontras dengan teori libertarian yang berkeyakinan bahwa pers atau media adalah kekuatan pembebas manusia dari tirani, kesewenang-wenangan dan kebodohan.
Kontrol sosial oleh media massa begitu ekstensif dan efektif, sehingga sebagaian pengamat menganggap kekuatan utama media memang disitu. Sebagai contoh, Joseph Klapper melihat daya kemampuan “rekayasa kesadaran” oleh media, dan ini dinyatakannya sebagai kekuatan terpenting media, yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan apapun.
Media juga mengubah bentuk kontrol sosial. Paul Lazarsfeld dan Robert K. Merton juga melihat media dapat menghaluskan paksaan sehingga tampak sebagai bujukan. Mereka mengatakan “kelompok-kelompok kuat kian mengandalkan teknik manipulasi melalui media untuk mencapai apa yang diinginkannya, termasuk agar mereka bisa mengontrol secara lebih luas”.


3.2 STRATEGI MEDIA MASSA DALAM KEBERHASILAN PERMBUJUKAN MELALUI BERITA

            Media bukan saja menjadi pembujuk kuat, namun media juga bias membelokkan pola perilaku atau sikap-sikap yang ada terhadap suatu hal. Sejumlah pengamat percaya bahwa kekuatan periklanan begitu kuat karena peran media. Medialah yang mendorong konsumen untuk memilih suatu produk tertentu dengan meninggalkan produk lain, atau berganti merk.


             A.    TEORI AGENDA SETTING

Media Massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. media massa secara konstan menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu .     



Kurt Lang dan Gladys Engel Lang (1959)

            Teori Penentuan Agenda (dalam bahasa Inggris: Agenda Setting Theory) adalah teori  yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen, yaitu Kesadaran dan Informasi ke dalam agenda public dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.
            Di dalam Teori Agenda Setting, media melakukan penentuan agenda tersebut dengan menggunakan cara Primming.

ð  Primming adalah proses dimana media berfokus pada sebagian isu dan tidak pada isu lainnya, dengan demikian mengubah standar yang digunakan orang untuk mengevaluasi para calon pemilihan. (Menurut Severin dan Tankard, Jr. 2010: 271).

Hasil penelitian menunjukkan, jika Agenda Setting dapat terjadi pada isu-isu yang kurang menonjol, namun dapat juga tidak terjadi pada isu-isu yang kurang menonjol. Menurut Zucker, bahwa menonjolnya suatu isu merupakan konsep penting dalam hipotesis penentuan agenda.
Apabila Agenda Setting media bekerja pada isu-isu yang kurang menonjol, maka cara orang mengetahui isu-isu tersebut hanya melalui media atau bercakap-cakap dengan orang lain yang diterpa oleh media berkaitan dengan isu tertentu. Dengan demikian, proses Agenda Setting bekerja pada khalayak dengan arus komunikasi dua langkah, yaitu dari media sendiri, dan/atau orang yang diterpa oleh isu berita kepada orang lain.

 
 Jadi, Primming adalah proses bagaimana media menganggap suatu isu itu penting dan menonjol-nonjolkan sepanjang waktu agar menjadi wacana publik. Dan yang paling penting adalah hal apa yang diutamakan dalam isu tertentu. Hal ini penting dilakukan agar Agenda Setting tersebut dapat terbentuk.Isu mana yang perlu dikesampingkan dalam pemberitaan, dan yang mana yang harus ditonjolkan.

Menonjolnya isu menjadi faktor penting dalam apakah terjadi penentuan agenda atau tidak. Semakin kurang pengalaman langsung yang dimiliki publik berkenaan dengan topic iu tertentu, maka semakin besar pula publik harus bergantung kepada berita media mengenai isu tersebut.

·         Isu yang langsung dialami oleh publik, seperti Pengangguran, adalah isu yang menonjol (obstrusive issues).
·         Isu yang mungkin tidak dialami langsung oleh public, misalnya Polusi, adalah isu yang tidak menonjol (unobstrusive issues).


ü  Proses Agenda Setting Bekerja

Stephen W. Littlejhon mengatakan, Agenda Setting beroperasi dalam 3 bagian, sebagai berikut:

1.      Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama kali.
2.      Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau beriteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik, dan bagaimana publik itu melakukannya.
3.      Agenda publik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu.

Proses Agenda Setting Bekerja menurut McQuail dan Windahl (1993):






















Keterangan:
1.      Agenda Media. Agenda harus diformat, proses akan memunculkan masalah bagaimana agenda media ini terjadi pada waktu pertama kali dengan dimensi yang berkaitan, antara lain: Visibility (yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita), Audienece Salience (tingkat menonjol bagi khalayak), Valency (valensi), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.
2.      Agenda Khalayak. Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya. Dimensi yang berkaitan antara lain: Personal Salience (penonjolan pribadi), Familiriarity (keakraban), Favorability (kesenangan).
3.      Agenda Kebijakan. Agenda publik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu. Dimensi yang berkaitan antara lain: Support (dukungan), Likelihood of action (kemungkinankegiatan), yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diharapkan, Freedom of action (kebebasan bertindak), yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.


Jadi, proses agenda setting tidak berlangsung satu arah saja (dari media langsung kepada khalayak), namun untuk menuju kepada khalayak tertentu, suatu isu dapat melalui khalayak lain terlebih dahulu sebelum sampai kepada khalayak yang dituju.
Isu itu akan berputar-putar terlebih dahulu sebelum sampai kepada khalayak yang tepat. Boleh jadi, anda tidak sempat menonton isu tertentu, tetapi anda mendapatkannya dari keluarga, teman, atau diwarung kopi ketika bercakap-cakap dengan orang lain.
Lamanya proses agenda setting itu berlaku pada konteks dan situasi tertentu, dimana tidak ada yang pasti berapa lama sebuah isu itu mempengaruhi agenda publik berjalan, demikian pula kapan hilangnya tidak pasti diketahui. Semua bergantung bagaimana situasi itu menjadi isu local atau nasional.
Semakin penting isu tersebut, misalkan menyangkut hajat hidup orang banyak dan kepentingan orang banyak pula, maka akan semakin lama isu itu berjalan. Namun apabila suatu solusi telah ditawarkan dan berlaku pelaksanaannya, boleh jadi dengan sendirinya Agenda Setting dalam “isu tertentu” akan lenyap dengan sendirinya.


ü  Agenda Setting dalam Pembentukan Opini Publik

Opini publik adalah pendapat yang sama yang dinyatakan oleh banyak orang yang diperoleh melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban atas pertanyaan dan permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Permasalahan tersebut tersebar melalui media massa.


 
 Pembentukan opini publik tidak berlangsung begitu saja, melainkan “berperantara”, yaitu media massa yang menjadi perantara tersebut. Mengapa hal ini hanya dapat dilakukan oleh media massa? Karena media massa memiliki sejumlah kemampuan dan keterampilan yang dapat dilakukan dan memungkinkan hal itu terjadi.


Untuk bisa menarik publik mendiskusikan sebuah isu, maka  media akan mengemas isu itu bisa menjadi “menarik”, menimbulkan simpati ataub empati, memainkan kemampuan kognisi (pengetahuan) dan afeksi (perasaan publik).
Agar tidak bias, biasanya media massa akan menganalisis terlebih dahulu sebuah isu yang perlu ditonjolkan, bagaimana kira-kira nantinya dilemparkan ke publik, apakah akan berdampak secara luas atau hanya sementara saja.

Biasanya mereka melakukan eksperimen kecil-kecilan dengan melempar isu tersebut melalui pemberitaan. Apabila isu itu memiliki dampak yang signifikan, maka isu itu akan ditonjolkan dan mendominasi pemberitaan. Dan biasanya kita akan melihatnya pada headline atau halaman depan surat kabar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar